Kamis, 13 Januari 2011

“PERANAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK MEWUJUDKAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN GOWA”. II

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Masalah tanah erat sekali hubungannya dengan manusia sebagai pemenuhan kebutuhannya demi kelangsungan hidupnya demikian juga hubungan. Manusia sebagai anggota masyarakat dengan pemerintah sebagai penguasa tertinggi dalam Negara sekaligus penggerak untuk teruwudnya pembangunan demi untuk peningkatan taraf hidup dari masyarakat.
 Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting sekali oleh karena sebagian besar daripada kehidupannya adalah tergantung pada tanah. Tanah dapat dinilai sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanen dan dapat dicadangkan untuk kehidupan masa mendatang. Tanah adalah tempat pemukiman dari sebagian ummat manusia, disamping sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha tani dan perkebunan dan pada akhirnya tanah pulalah yang dijadikan ternpat persemayaman terakhir bagi seseorang yang meninggaI dunia.
Manusia berlomba-lomba untuk menguasai dan memiliki bidang tanah yang diinginkan, oleh karena itu tidak mengherankan kalau setiap manusia yang ingin memiliki dan menguasainya menimbulkan masalah-masalah tanah, seperti dalam pendayagunaan tanah. Manusia dalam mendayagunakan tanah tidak seimbang dengan keadaan tanah, hal ini dapat memicu terjadinya perselisihan antara sesama manusia seperti perebutan hak, timbulnya masalah kerusakankerusakan tanah dan gangguan terhadap kelestariannya. Dalam rangka mengatur dan menertibkan masalah pertanahan telah dikeluarkan berbagai peraturan hokum pertanahan yang merupakan pelaksanaan dari UUPA sebagai Hukum Tanah Nasional.
Bagi masyarakat Indonesia hak atas tanah dan benda- benda yang ada diatasnya merupakan hukum yang penting, namun apabila, benar-benar diperlukan dapat dilakukan pencabutan dan pembebasan hak tersebut untuk kepentingan pembangunan. Timbul permasalahan sejauh mana peranan pemerintah atas tanah dalam rangka melaksanakan pembangunan dan bagaimana upaya pemerintah dalam hal pemecahan masalah pertanahan yang timbul.
Penciptakan masyarakat adil dan makmur merupakan tujuan negara Republik Indonesia dan dan catur tertib pemerintahan merupakan program pemerintah untuk mewujudkan tertib pemerintahan. Secara umum UUPA membedakan tanah menjadi:
1.     Tanah Hak
Tanah hak adalah tanah yang telah dibebani sesuatu hak diatasnya, tanah hak juga dikuasai oleh negara tetapi penggunaannya tidak langsung sebab ada hak pihak tertentu diatasnya.
2.     Tanah Negara
Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain diatas tanah itu, tanah itu disebut juga tanah negara bebas.

Peranan pemerintah atas tanah dalam rangka mewujudkan catur tertib pertanahan sangat penting sekali sehingga dalam hal ini pemerintah harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar. Catur tertib pertanahan ini dilaksanakan untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah, bukan saja harus mengindahkan prinsip-prinsip hukum akan tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas ketertiban dan azas kemanusiaan agar masalah pertanahan tersebut tidak berkembang menjadi keresahan yang mengganggu stabilitas masyarakat.
Atas dasar itu maka pemerintah berperan dalam pemberian hak milik atas tanah negara agar tidak menimbulkan berbagai masalah atau sengketa tanah, diperlukan adanya pengaturan yang tegas dan landasan hukum yang kuat dibidang pertanahan. Sehubungan dengan pemberian hak milik atas tanah negara maka ditetapkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Sedangkan dalam pelimpahan kewenangannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara.
Dengan adanya aturan tersebut diharapkan agar lebih mengarah pada catur tertib dibidang pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib pemeliharaan pertanahan dan tertib penggunaan pertanahan.
Serta untuk mempermudah masyarakat mendapatkan status hak tanahnya di Kantor Pertanahan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik mengambil judul PERANAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK MEWUJUDKAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN GOWA”.

B.    RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.     Bagaimana tata cara pemberian hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten gowa serta pengaruhnya terhadap tertib pertanahan di kabupaten gowa?
2.     Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam tata cara pemberian hak milik atas tanah negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a.     Untuk mengetahui Bagaimana tata cara pemberian hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten gowa serta pengaruhnya terhadap tertib pertanahan di kabupaten gowa.
b.     Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam tata cara pemberian hak milik atas tanah negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa
2.     Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka diharapkan dapat bermanfaat:
a.     Bagi Penulis
1)    Dapat memperdalam pengetahuan penulis tentang tata cara pemberian hak milik atas tanah dan catur tertib pertanahan.
2)    Sebagai persyaratan untuk kelulusan Studi Ilmu Peme.rintahan Konsentrasi Keagrariaan.
b.     Bagi Masyarakat
1)    Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
2)    Dapat dijadikan masukan kepada masyarakat mengenai arti pentingnya tata cara pemberian hak milik atas tanah dan mewujudkan catur tertib pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa.
a.     Bagi Kantor Pertanahan
1)    Sebagai bahan referensi dan pertimbangan, khususnya mengenai tata  carapemberian hak milik atas tanah untuk mewujudkan catur tertib pertanahan.
2)     Meningkatkan kwalitas pegawai agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan wewenangnya.
D. KERANGKA KONSEP?????/
     Peranan pemerintah atas tanah dalam Pemberian hak milik sangat penting sekali sehingga dalam hal ini pemerintah harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar. Pemerintah melaksanakan untuk kemakmuran rakyat dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah, bukan saja harus mengindahkan prinsip – prinsip hukum akan tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas ketertiban dan azas kemanusiaan agar masalah pertanahan tersebut tidak berkembang menjadi keresahan yang mengganggu stabilitas masyarakat
Oleh karena itu untuk memperoleh kepastian hak dan kepastian hukum hak atas tanah serta serta tertib hukum pertanahan menjaga jangan sampai timbul masalah atau sengketa tanah, Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 telah meletakkan kewajiban kepada Pemerintah untuk Melaksanakan tertib adminittrasi pertanahan perlu dilakukan pendaftaran tanah yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Sebab dengan pendaftaran tanah maka para pihak akan mengetahui status tanah, hak yang ada diatasnya, subyek hak, letak batas-batas dan luasnya.
Kewajiban pendaftaran tanah oleh Pemerintah terdapat dalam Pasal 19 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 Undang-Undang
Pokok Agraria yang berbunyi :
“Untuk menjamin kepastian hukum dan tertib hukum pertanahan oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurutketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Pasal ini merupakan landasan hukum bagi pendaftaran tanah untuk menunjang tertib adminitrasi pertanahan khususnya pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Pemerintah.
Sejalan dengan Pasal 19 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Dengan kewenangan tersebut pemerintah diharapkan dapat melaksanakan tertib penggunaan tanah dan tertib lingkungan hidup sehingga catur tertib pertanahan dapat dilaksanakan


E. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara ilmiah yang dipergunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data-data yang dikehendaki. Cara ilmiah berarti bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan diandasi oleh metode keilmuan yang telah teruji. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Nawawi, bahwa :27
Untuk menjamin ditemukannya kebenaran ilmiah, metode penelitian memberikan cara-cara kerja yang sangat cermat dan syarat-syaratyang sangat keras. Dengan demikian berarti metode penelitian tidak saja bertujuan memberikan peluang sebesar-besarnya bagi pengetahuan kebenaran yang obyektif, tetapi juga untuk menjaga agar pengetahuan dan pengembangannya memiliki nilai ilmiah yang tinggi.

1.     Metode Pendekatan
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris digunakan untuk memberikan gambaran secara kualitatif tentang pelaksanaan pendaftaran tanah.
Penelitian ini merupakan pendekatan yuridis-empiris. Pendekatan yuridisempiris, yaitu :
penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Implementasi secara in action tersebut merupakan fakta empiris dan berguna untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh Negara atau oleh pihak-pihak dalam kontrak. Implementasi secara in action diharapkan akan berlangsung secara sempurna apabila rumusan ketentuan hukum normatifnya jelas dan tegas serta lengkap. 28
Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah. Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai prilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan.29
Dalam melakukan pendekatan yuridis empiris ini, metode yang digunakan
adalah metode kualitatif. Metode ini digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu :pertama, menyesuaikan metode ini lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataanganda;kedua, metode ini me nyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.30

2.     Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat penelitian deskriptif analitis yaitu dimaksudkan untuk memberi data yang seteliti mungkin tentang suatu keadaan atau gejala-gejala lainnya.31
3.     Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam peneliti ini dapat digolongkan menjadi dua antara lain :
a)    Data primer, berupa data yang langsung didapatkan dalam penelitian dilapangan. Data yang diperoleh dari wawancara secara mendalam (deftinterview).
b)    Data sekunder, data yang diperlukan untuk melengkapi data primer.
Adapun data sekunder tersebut antara lain :
1)    Bahan hukum primer, yang merupakan bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, yaitu peraturan perundanganundangan yang terkait dengan tentang pelaksanaan pendaftaran tanah
2)    Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa bahan hukum primer yaitu :
                                  I.     Buku-buku ilmiah
                                II.     Makalah-makalah
                              III.     Hasil-hasil penelitian dan wawancara
4.     Populasi dan Sampel
a)    Populasi
Populasi adalah seluruh objek atau seluruh gejala atau seluruh unit yang akan diteliti. Oleh karena populasi biasanya sangat besar dan luas, maka kerapkali tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi itu tetapi cukup diambil sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel yang memberikan gambaran tentang objek penelitian secara tepat dan benar.32
Adapun mengenai jumlah sampel yang akan diambil pada prinsipnya tidak ada peraturan yang tetap secara mutlak menentukan berapa persen untuk diambil dari populasi.33
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pihak yang terkait tentang pelaksanaan pendaftaran tanah di Kelurahan Serdang Jakarta Pusat. Mengingat banyaknya jumlah populasi dalam penelitian ini maka tidak semua populasi akan diteliti secara keseluruhan. Untuk itu akan diambil sampel dari populasi secara purposive sampling.
b)    Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling yaitu teknik yang biasa dipilih karena alasan biaya, waktu dan tenaga, sehingga tidak dapat mengambil dalam jumlah besar. Dengan metode ini pengambilan sampel ditentukan berdasarkan tujuan tertentu dengan melihat pada persyaratanpersyaratan antara lain : didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama dari obyek yang diteliti dan penentuan karakteristik populasi yang dilakukan dengan teliti melalui studi pendahuluan.34
5.     Metode Analisa Data
Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Maka dari data yang telah dikumpulkan secara lengkap dan telah di cek keabsahannya dan dinyatakan valid, lalu diproses melalui langkahlangkah yang bersifat umum, yakni : 35
a)    Reduksi data adalah data yang diperoleh di lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya.
b)    Mengambil kesimpulan dan verifikasi, yaitu data yang telah terkumpul telah direduksi, lalu berusaha untuk mencari maknanya, kemudian mencari pola, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul dan kemudian disimpulkan rasional dan sistematis.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pemberian Hak Atas Tanah
Pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak dan perubahan hak.
1.     Perpanjangan hak adalah penambahan jangka waktu berlakunya suatu hak atas tanah tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut, yang permohonannya dapat diajukan sebelum jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir.
2.     Pembaharuan hak adalah pemberian hak atas tanah yang sama kepada pemegang hak yang sama yang dapat diajukan setelah jangka waktu berlakunya hak yang bersangkutan berakhir.
Perubahan hak adalah penetapan pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah negara dan sekaligusmemberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya.
Pemberian hak milik harus berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3). Tujuan diadakannya pemberian hak atas tanah adalah agar lebih mengarah kepada catur tertib dibidang pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib pemeliharaan pertanahan dan tertibpenggunaan pertanahan. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yaitu:
a)    Hak atas tanah primer (originair)
Hak atas tanah primer (originair) yaitu hak atas tanah yang langsung diberikan oleh negara kepada subyek hak seperti:
1)    Hak Milik
2)    Hak Guna Usaha
3)    Hak Guna Bangunan
b)    Hak atas tanah sekunder
Hak atas tanah sekunder adalah hak untuk menggunakan tanah milik hak lain Misalnya:
1.     Hak Guna Bangunan
2.     Hak Pakai
3.     Hak Usaha Bagi Hasil
4.     Hak menumpang
Dengan demikian hak atas tanah yang akan dibahas dalam penulisan tugas akhir ini adalah hak milik.

B. Pengertian Hak Milik
Ketentuan tentang hak milik diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pasal 20 - 27. Dalam Undang-undang ini pengertian hak milik seperti yang dirumuskan pada pasal 20 ayat (1) adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial.
Fungsi sosial disini berarti penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat daripada haknya, sehingga bermanfaat baik bagi masyarakat dan pemiliknya.
1.     Sifat-sifat Hak Milik
Adapun sifat-sifat hak milik adalah sebagai berikut:
a)    Turun-temurun, adalah hak milik tidak hanya berlangsung selama hidup si pemilik akan tetapi dapat dilanjutkan oleh para ahli warisnya.
b)    Terkuat, adalah bahwa hak milik jangka waktunya tidak terbatas.
c)     Terpenuh, adalah memberikan wewenang kepada pemilik tanah yang paling luas dibandinghkan dengan hak-hak lain, menjadi induk hak-hak lain, peruntukannya tidak terbatas karena hak milk dapat digunakan  untuk pertanian dan bangunan.
Pemberian sifat hak milik tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yangmutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai hak eigendom menurut pengertian yang asli dulu. Kata-kata terkuat dan terpenuh itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain-lainnya yaitu untuk menunjukan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang “ter” (paling).
2.     Ciri-ciri hak milik
Ciri-ciri hak milik adalah sebagai berikut:
a)    Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang
b)    Hak milik dapat digadaikan
c)     Hak milik dapat dialihkan kepada orang lain, melalui: jual beli, hibah, wasiat, tukar-menukar
d)    Hak milik dapat dilepaskan dengan sukarela
e)    Hak milik dapat diwakafkan ( PP No. 28 Tahun 1977 )
3.     Yang Mempunyai Hak Milik
Sesuai dengan pasal 21 ayat (2) yang dapat mempunyai hak milik adalah:
a)    Warga Negara Indonesia
b)    Badan-badan Hukum yang ditunjuk oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 yaitu:
1)    Bank-Bank Pemerintah
2)    Bank-Bank Negara, seperti Bank Indonesia, Bank Dagang Negara, BankNegara Indonesia.
3)    Koperasi Pertanian
4)    Badan-Badan Keagamaan
5)    Badan-Badan Sosial
c)     Orang asing atau yang hilang kewarganegaraannya, setelah  satu tahun hakmilik harus dilepaska
4.     Terjadinya Hak Milik
Terjadinya hak milik sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 pasal 22 yaitu:
1.     Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan pemerintah biasanya dengan jalan membuka tanah, artinya membuka hutan dijadikannlahan pertanian.
Terjadinya hak milik menurut hukum adat sangat erat hubungannya dengan hak ulayat. Dalam hukum adat seseorang dapat membuka lahan dari hutan yang ada pada wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan dari kepala adat. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan hukum yang berupa pengakuann dari pemerintah.
2.     Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah dan ketentuan undang-undang. Terjadinya hak milik karena pemerintah yaitu, pemerintah memberikan hak milik atas tanah berdasarkan perubahan dari suatu hak yang sudah ada. Sedangkan terjadinya hak milik karena ketentuan undang-undang dapat dilihat dari UUPA yaitu, pada tanggal 24 September 1960 pada saat diundangkannya UUPA, maka hak-hak atas tanah dapat diubah menjadi hak milik jika hak atas tanah tersebut telah memenuhi syarat-syarat untuk mempunyai hak milik menurut aturan dalam UUPA.
5.     Cara Memperoleh Hak Milik
Cara memperoleh Hak Milik diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH perd) pasal 584 yaitu:
a.     Pengakuan (toeeigening) yaitu memperoleh Hak Milik atas benda yang tidakada pemiliknya (res nullis). Res nullis hanya atas benda yang bergerak. Contoh: memburu rusa,di hutan, memancing ikan di laut.
b.     Perlekatan (Natrekking), yaitu suatu cara memperoleh Hak Milik, dimana benda itu bertambah besar atau berlipat ganda karena alam. Contoh: tanah bertambah besar sebagai akibat gempa bumi, pohon berbuah.
c.     Daluwarsa (verjaring), yaitu suatu cara untuk memperoleh Hak Milik atau membebaskan dari suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang ( KUH perd pasal 1946).
Ada 2 macam daluwarsa:
1)    Acukuisitieve verjaring, adalah suatu cara memperoleh hak milik karena lewat waktu.
2)    Ektinctieve verjaring, adalah membebaskan seseorang dari suatu penagihan atau tuntutan hukum karena daluwarsa atau lewat waktu.
Syarat-syarat adanya daluwarsa:
1)    beziter sebagai pemilik
2)    beziter itu harus dengan jujur (itikad baik)
3)    bezit harus terus-menerus dan tidak terputus danbezit itu berusia 20 (dua puluh) tahun atau 30 (tiga puluh) tahun (KU perd pasal 1963).
“ Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah,memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga atau suatu piutang lain yang tidak harus di bayar atau tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun. Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”.

d.     Pewarisan, yaitu suatu proses beralihnya hak milik atau harta warisan dari pewaris kepada ahli warisnya.
e.     Penyerahan, yaitu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak milik kepada pihak lain.
6.     Hapusnya Hak Milik
Hak milik hapus bila:
a.     Tanahnya jatuh kepada negara, hal ini disebabkan:
1)    Karena pencabutan hak berdasarkan pada pasal 18 UUPA (untuk kepentingan umum).
2)    Karena penyerahan sukarela oleh pemiliknya
3)    Karena tanah tersebut ditelantarkan
4)    Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2) UUPA
b.     Tanahnya musnah artinya, tanah tersebut hilang sifat dan fungsinya.
C. Dasar Hukum Pemberian Hak Milik
Adapun dasar hukum dari pemberian hak milik adalah sebagai berikut:
1. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pasal 20:
(1) Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
(2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal 21:
(1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2)Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
(3)Orang asing yang hilang kewarganegaraannya, setelah satu tahun hak milik harus dilepaskan.
Pasal 22:
(1)Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi karena:
a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat yang ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.
b. Ketentuan undang-undang
Pasal 27
Hak milik hapus bila:
(1) Tanahnya jatuh kepada Negara:
(a) karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18
(b) karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
(c) karena ditelantarkan
(d) karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2)
(2) tanahnya musnah
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
4. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
5. Peraturan Pemerintah Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
6. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal 584
“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain,melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak bebas terhadap kebendaan itu”

Pasal 1946
“Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untu dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang”

Pasal 1963
“Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan jalan daluwarsa, dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun. Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selam tiga puluh tahun, memperoleh
hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”
7. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional.
8. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota.
9. Peraturan Perundangan lainnya maupun Peraturan-Peraturan Daerah yang menyatakan tentang Peraturan Pertanahan.
D. Subyek Hak atau Pemohon
Subyek hak atau pemohon adalah perorangan atau Badan Hukum yang berdirinya sah sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
E. Catur Tertib Pertanahan
1.     Tertib Hukum Pertanahan
Tertib hukum pertanahan merupakan kondisi dimana; tersedianya perangkat peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan secara efektif agar semua pihak yang menguasai dan menggunakan tanah mempunyai hubungan hukum yang sah dengan tanah yang bersangkutan.
Hal ini sesuai dengan sasaran pembangunan di bidang pertanahan yaitu terwujudnya tertib pertanahan, seperti tertuang dalam Keputusan Presiden No. 7 tahun 1979 yang menghendaki terciptanya tertib pertanahan yang meliputi : Tertib Hukum Pertanahan, Tertib Administrasi Pertanahan, Tertib Penggunaan Tanah, dan Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup. Berdasarkan uraian tersebut di atas keberadaan pendaftaran tanahsistematik terhadap tertib hukum pertanahan sangat bermanfaat. Hal ini tercermin dari makna tertib hukum itu sendiri. Menurut Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1979 ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan tertib hukum pertanahan adalah menunjukkan kondisi dimana :
a. Semua pihak yang menguasai dan atau menggunakan tanah mempunyai hubungan hukum yang sah dengan tanah yang bersangkutan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Tersedianya perangkat perundang-undangan di bidang pertanahan yang lengkap dan komperhensip sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan pertanahan.
c. Seluruh penyelenggaraan administrasi pertanahan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika ketiga unsur di atas telah dipenuhi dan dilaksanakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan tugas di bidang pertanahan niscaya tidak terjadi permasalahan/sengketa tanah atau setidaknya dapat dikurangi seminimal mungkin. Yang dimaksud dengan sengketa adalah perebutan, pertengkaran, saling merasa memiliki. Jadi sengketa tanah secara tersirat mempunyai makna perebutan terhadap satu bidang tanah oleh dua orang (badan) atau lebih dimana satu dengan yang lainnya yakin merasa memiliki atas obyek tanah tersebut. Mengutip pendapat Maria S.W. Sumardjono, bahwa secara garis besar sengketa (permasalahan) pertanahan dapat dikelompokkan menjadi empat, yakni : 1) masalah penggarapan rakyat atas tanah areal perkebunan; 2) pelanggaran terhadap ketentuan Landreform; 3) ekses-ekses dalam penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan; 4) sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah.24
2. Tertib Administrasi Pertanahan
Tertib Administrasi Pertanahan merupakan keadaan dimana untuk setiap bidang telah tersedia aspek-aspek ukuran fisik, penguasaan penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya yang dikelola dalam sistem informasi pertanahan lengkap. Selain hal tersebut terdapat mekanisme prosedur, tata kerja pelayanan dibidang pertanahan yang sederhana, cepat dan massal yang dilaksanakan secara tertib dan konsisten.
3. Tertib Penggunaan Tanah
Tertib penggunaan tanah merupakan kondisi dimana :
1)       Tanah telah digunakan secara optimal, serasi dan seimbang sesuai dengan potensinya, guna berbagai kegiatan kehidupan dan penghidupan yang diperlukan untuk menunjang terwujudnya tujuan nasional.
2)       Tidak terdapat benturan kepentingan antar sektor dalam peruntukan penggunaan tanah.
Sesuai dengan harapan penggunaan tanah tersebut di atas, menurut Lutfi Nasution dalam Forum Raker Gubernur se Indonesia menegaskan,
 "berkenaan dengan tanggung jawab pemerintah, sesuai ketentuan Pasal 14 UUPA bahwa tugas pemerintah adalah menyusun rencana umum persediaan, peruntukkan, penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa."

Oleh karena itu terhadap pelaksanaan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang, dalam rangka pemberian aspek tata guna tanah, baik dalam pemberian izin lokasi maupun dalam proses pemberian hak atas tanah, harus disesuaikan dengan rencana tata ruang, dan aspek lingkungan hidup agar pemanfaatannya tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan tanah dan sumberdaya alam lainnya. Dalam upaya fungsi tanah dapat benar-benar bermanfaat untuk kemakmuran rakyat, beberapa langkah strategis telah ditempuh oleh pemerintah, antara lain berupa penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Kebijaksanaan ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1998 yang intinya menitikberatkan pada fungsi sosial hak atas tanah harus terwujud dengan baik.
Setiap orang, badan hukum, atau instansi yang mempunyai hubungan hokum dengan tanah wajib menggunakan tanahnya, memelihara serta mencegah terjadinya kerusakan, sehingga sumberdaya tanah lebih dapat berdaya guna danberhasil guna serta bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat. Di samping itu pelaksanaan pembangunan hendaknya didasari oleh kaedah kelestarian lingkungan, yakni agar setiap jengkal tanah dipergunakan seefisien mungkin dengan memperhatikan azas lestari, optimal, serasi dan seimbang untuk berbagai keperluan pembangunan.
4. Tertib Pemeliharaan dan Lingkungan Hidup
Tertib Pemeliharaan dan Lingkungan Hidup, adalah keadaan di mana penanganan bidang pertanahan telah dapat menunjang kelestarian hidup dan terwujudnya pembangunan berkelanjutan bernuansa lingkungan. Semua pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah melaksanakan kewajiban sehubungan dengan pemeliharaan tanah tersebut.26
#CATATAN KAKI BUAT SENDIRI#

27 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada Press, Yogyakarta,
1985, hal. 25.
28 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004, hal. 134.
29 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2003, hal. 43.
30. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya,
Bandung, hal. 5. 2000.
31. Soerjono Soekanto, 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia : Jakarta., hal. 10
32 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, hal. 44.
33 Ronny Hanitijo Soemitro, Op. cit, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 47.
34 Ibid, hal. 196.

Sumardjono Maria S.W., Kebijaksanaan Pertanahan antara Regulasi dan
Implementasi, Buku Kompas, Jakarta, 2001.
25Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid I, Prestasi
Pustaka, Jakarta, 2004, hal.74
26 Ali Achmad Ch










Tidak ada komentar:

Posting Komentar