Sabtu, 29 Januari 2011

KERANGKA KONSEP II


“PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH DALAM RANGKA MENUNJANG TERTIB HUKUM PERTANAHAN
KERANGKA KONSEP

Hak atas tanah terdapat di dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, yang menyatakan, “Atas dasar hak menguasai dari negara, sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang orang lain serta badan-badan hukum”
Untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah, pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUPA dan aturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dengan sasaran agar pendaftaran tanah tersebut tetap menjamin kepastian hukum dan dapat dilaksanakan tertib hukum agar dapat menunjang tertib hukum berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.
Sesuai dengan Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tujuan yang ingin di capai dari pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan ,ada tiga yaitu :
a.     Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Menurut Boedi Harsono, kepastian hukum ini merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya di tegaskan dalam Pasal 19 UUPA[1]. Untuk itulah, pemegang haknya diberikan sertifikat sebagai surat tanda buktinya.
b.     Untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Dengan demikian siapa pun yang memerlukan dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang dapat dipercaya mengenai tanah-tanah yang terletak di wilayah pendaftaran yang bersangkutan, baik calon pembeli ataupun kreditor yang ingin memperoleh kepastian.
c.     Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Sedangkan fungsi pendaftaran tanah adalah untuk memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum mengenai tanah. Alat bukti yang dimaksud adalah sertifikat yang di dalamnya disebutkan adanya perbuatan hukum dan nama pemiliknya sekarang menerima atau memperoleh peralihan haknya.[2]
Pendaftaran tanah yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah meliputi kegiatan :
a.     Pengukuran, pemetaan dan pembuatan buku tanah;
b.     Pendaftaran hak-hak baru;
c.     Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pengaturan kegiatan pendaftaran tanah yang terdapat dalam perundang-undangan
adalah, sebagai berikut :
a.     Pasal 19, Pasal 23, Pasal 32 serta Pasal 38 UUPA
b.     Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Peraturan Pendaftaran Tanah beserta peraturan pelaksananya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
c.     Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997, Tanggal 1 Oktober 1997, tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Dalam pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah untuk menunjang tertib hukum pertanahan setelah melaksanakan pendaftaran maka menghasilkan. Keenam objek pendaftaran tanah tersebut adalah sebagai berikut :
a.     Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha,
b.     hak guna bangunan dan hak pakai;
c.     Tanah hak pengelolaan;
d.     Tanah wakaf;
e.     Hak milik atas satuan rumah susun;
f.      Hak tanggungan;
g.     Tanah negara.




[1] Boedi Harsono, Ibid, hal: 475

[2] Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Op.Cit, hal: 22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar